September 2013 lalu ada
kejadian menarik di Surabaya. Walikota Surabaya Tri Rismaharini, atau
biasanya disapa Ibu Risma, memecat seorang ajudannya yang baru saja
seminggu bekerja mendampinginya. Gara-garanya, ketika disuruh Ibu Risma memungut sampah, ajudan itu dengan mimik jijik memungut sampah itu dengan ujung jarinya.
Tanpa banyak bicara dengan suara tegas Ibu Risma spontan berkata kepada ajudannya itu, “Sudah, besok enggak usah jadi ajudan saya!” (Tempo.co).
Ibu
Risma memang sejak sebelum menjadi Walikota Surabaya, yakni, Kepala
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dan Kepala Badan Perencanaan Kota
Surabaya, sudah dikenal sangat peduli dengan kebersihan, karena itu
wajar dia marah begitu melihat orang terdekatnya malah takut kotor dan
jijik dengan sampah.
Kepala
Bagian Humas Pemkot Surabaya Muhammad Fisker mengatakan atasannya itu
memang selalu ingin menanamkan pemahaman dan penghayatan kepada seluruh
jajaran birokrat di Pemkot Surabaya bahwa mereka semua adalah pelayan
rakyat. Layaknya pelayan, dia harus bersedia melakukan apa saja untuk
rakyat yang notabene sebagai “majikan.”
“Namanya pelayan, kan,
harus mau berbuat apa saja, jadi wajar kalau Ibu (Risma) marah ada
orang dektanya yang takut kotor,” kata Fikser seperti dikutip Tempo.co.
Kalau ini terjadi di DKI Jakarta, dan dilakukan oleh Jokowi, atau Ahok sudah pasti akan ramai diberitakan olehmedia-media online.
Tetapi, karena ini terjadi di Surabaya, dan yang melakukannya adalah
“hanya” Walikota Surabaya, maka pemberitaannya kurang terdengar. Itulah
peran penting media dalam mempopulerkan seseorang. Ibu Risma memang
kurang populer secara nasional, tetapi sesungguhnya secara proporsional
kinerjanya sebagai Walikota Surabaya tidak kalah dari kinerja Jokowi,
maupun Ahok. Bahkan karena sudah menjabat sejak 28 September 2010,
prestasi Ibu Risma di Kota Surabaya sudah lebih kelihatan daripada
Jokowi-Ahok di DKI Jakarta.
Prestasi
Ibu Risma memimpin Surabaya, sehingga menjadi kota Surabaya yang hijau
dan asri dengan kemajuannya yang mampu memperpendek jarak kemajuannya
dengan Jakarta itu pun diakui beberapakali oleh Jokowi dan Ahok.
Ahok bahkan pernah berkata, seandainya saja Jokowi nyapres di
Pilpres 2014, maka yang paling pas menggantikan Jokowi adalah Ibu
Risma. Menurut Ahok, Ibu Risma yang paling pas menjadi Gubernur DKI
Jakarta, karena telah terbukti presasinya yang sangat baik membangun
Surabaya.
Jokowi dan
Ahok juga mengaku akan meniru gaya pengelolaan keuangan yang dilakukan
Wali Kota Surabaya itu. Ahok mengatakan, Ibu Risma memiliki strategi
khusus untuk memangkas anggaran yang tidak berguna, dan itu akan segera
ditiru oleh Pemprov DKI Jakarta (Tempo.co, 10/09/13).
“Ahok-nya Surabaya”
Gaya
kepimpinan Ibu Risma pun sangat mirip dengan Jokowi, maupun Ahok. Boleh
dikatakan, gaya kepimpinan Ibu Risma adalah kombinasi antara Jokowi dan
Ahok.
Kalau Jokowi dikenal suka blusukan langsung
ke rakyat kecil, tak segan-segan masuk ke gorong-gorong, tumpukan
sampah, dan sebagainya, demikian juga Ibu Risma. Kalau Ahok dikenal
tegas, ceplas-ceplos, dan sumbu pendeknya langsung aktif ketika
melihat ketidakberesan di depan matanya, demikian juga dengan Ibu
Risma. Contohnya adalah ketika dia menyaksikan ajudannya yang ternyata
orang yang takut dan jijik dengan sampah itu, langsung saat itu juga,
tanpa basa-basi, dicopot.
Gaya
Ibu Risma yang lekas marah melihat ketidakberesan di hadapannya itu
mirip dengan gaya Ahok. Sampai ada yang menyebutnya sebagai “Ahok-nya
Surabaya.” Padahal, gaya kepimpinan Ibu Risma ini sudah ada sejak
sebelum Ahok menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Maret
2013, ketika melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke proyek pembangunan
gedung Pasar Turi, Surabaya. Ibu Risma mendapati, ternyata desain dalam
gedung tersebut diubah. Spontan Ibu Risma langsung marah. Ibu Risma
mengatakan, pokoknya desainnya harus segera dikembalikan seperti semula.
Apa yang sudah terlanjur dibangun harus dibongkar. Dalam tempo satu
minggu, jika belum dilaksanakan, pengerjaan proyek itu akan
dihentikannya.
Video Ibu Risma yang memarahi kontraktornya bisa dilihat di bawah ini:
Contoh lain,
25 Juni 2013 lalu, ketika dia melakukan inspeksi mendadak (sidak) di
proyek jembatan di sekitar bundaran kampus Institut Teknologi Sepuluh
November (ITS), Surabaya. Melihat progresnya belum kelihatan padahal
sudah harus mulai dikerjakan sejak April 2013, bahkan alat-alat berat
untuk pengerjaan itu pun tidak kelihatan, Ibu Risma pun marah. Saat itu
juga dia langsung menegur kontraktornya dengan kata-kata keras,
“Bagaimana ini kok sampai sekarang belum ada pengerjaan. Kalau seperti ini bukan hanya pihak anda saja yang rugi tapi juga warga Surabaya!” (merdeka.com)
Saat
itu juga Ibu Risma memberi ultimatum kepada kontraktornya, apabila
sampai akhir bulan itu (Juni 2013) belum juga kelihatan kemajuan progres
pengerjaannya, maka dia akan mempidanakan kontraktor itu. Tidak cukup
hanya membatalkan kontraknya dan mem-black-list-kannya. Karena menurut Ibu Risma, kalau hanya di-black-list, kontraktor itu bisa saja mencari akal kembali lagi dengannama orang lain.
November
2012, Ibu Risma, seperti juga Ahok tidak ragu-ragu menjumpai para
pendemonya, bahkan memarahi mereka, karena dia merasa tersinggung
warganya itu mengatakan dia telah mengingkari janjinya untuk menghapus
pembayaran pajak ganda. Yakni, pajak yang harus dibayar oleh warga Kota
Surabaya yang menempati lahan milik Pemkot Surabaya dengan surat tanah
yang biasa disebut “Surat Ijo.” Selain membayar PBB, mereka juga
membayar uang sewa kepada Pemkot Surabaya. Itu yang mereka protes. Ibu
Risma mengatakan bahwa dia sudah janji akan menghapuskan pajak ganda
tersebut, dan saat itu sedang dalam proses pengesahannya, tetapi warga
terus memprotesnya dengan mengatakan ingkar janji, dan sebagainya,
sehingga dia pun marah. Videonya bisa dilihat di bawah ini:
“Jokowi-nya Surabaya”
Sebenarnya
sebutan ini (“Jokowi-nya Surabaya”) untuk gaya blusukan Ibu Risma juga
tidak tepat, karena Ibu Risma bukan baru sekarang sering melakukan blusukan seperti halnya Jokowi, yang gaya blusukan-nya sangat terkenal sejak dia menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Sejak
menjadi Walikota Surabaya secara resmi (dilantik pada 28 September 2010)
Ibu Risma sudah dikenal warga Surabaya dengan gaya blusukan-nya
seperti sekarang ini. Dia tak ragu dengan memboncengi sepeda motor
masuk ke gang-gang kecil untuk menemui warganya untuk langsung mendengar
keluh-kesah mereka, untuk kemudian menjadi bahan kajian bersama stafnya
untuk mengatasinya.
Ibu
Risma tak pernah ragu untuk turun tangan langsung membersihkan
sampah-sampah yang mengotori kota Surabaya, sekalipun itu di got-got
dengan airnya yang hitam pekat dan berbau busuk.
Adalah
sudah menjadi pemandangan biasa, kalau di pagi hari, sekitar pukul
05:30 WIB, Walikota Surabaya lulusan Sarjana Arsitek ITS Surabaya itu
terlihat sudah berada di jalan-jalan Surabaya, memungut sendiri
sampah-sampah yang ada di sana. Di sore dan malam hari dia “berpatroli”
di lapangan-lapangan tempat anak-anak bermain sepakbola, mengajak mereka
mengobrol dan menasihati mereka untuk tekun dan giat belajar.
Di
tengah malam, dia “berpatroli” di taman-taman kota, kalau menemukan
anak-anak remaja yang masih berkeliaran di sana, dia akan menemui dan
menasihati mereka untuk segera pulang ke rumahnya masing-masing.
Untuk dapat lebih efektif menjangkau warga Surabaya, mendengar curahan hati mereka, Ibu Risma juga beberapakli muncul on-air di radio, untuk melakukan dialog interaktif dengan warga Surabaya. Mendengar berbagai permasalahan yang ada.
Ibu
Risma bahkan beberapakali terlihat melakukan hal yang belum pernah
dilakukan oleh Jokowi sekalipun, yakni turun tangan langsung ke jalan
mengatur lalu-lintas yang macet! Seperti yang terekam di video di bawah
ini:
Ibu Risma
juga sangat perduli terhadap nasib anak-anak remaja perempuan (ABG) yang
terjerumus ke lembah hitam pelacuran anak-anak di bawah umur. Dia
sering turun tangan langsung menasihati mereka yang terkena razia Satpol
PP dan Kepolisian itu di Polrestabes Surabaya. Di sana, orangtua
anak-anak remaja itu dipanggil, dan Ibu Risma hadir di tengah-tengah
mereka, memarahi dan menasihati anak-anak itu, sampai mereka menangis
tersedu-sedu berlutut meminta ampun kepadanya. Ibu Risma bilang, kamu
harus minta ampun kepada orangtua kamu! Kasihan mereka, mereka mencari
uang setengah mati untuk masa depan kamu, dan kamu membalasnya dengan
cara seperti ini!
Di
masa pemerintahan Ibu Risma inilah Pemkot Surabaya aktif melakukan razia
terhadap praktik-praktik pelacuran anak-anak di bawah umur itu.
Berikut ini adalah video acara di AN-TV di bulan Mei 2013 lalu, dengan tajuk “Perempuan Hebat” mengenai sosok Ibu Risma:
Mendunia
Seperti
juga Jokowi, karena prestasinya, Ibu Risma juga “telah mendunia.” Dia
telah mendapat perhatian beberapa media asing dengan gaya kepimpinannya
yang berhasil membangun kota Surabaya menjadi kota moderen
(metropolitan) yang mengalami kemajuan yang pesat, tanpa meninggalkan
unsur-unsur kemanusiaannya, dan keasriannya (“green city”).
Misalnya, pada 20 Agustus 2013, di situs Huffington Post, ditayangkan sebuah artikel tentang Ibu Risma dengan judul “Surabaya’s Mrs, Mayor: Indonesia’s Best-Kept Secret” yang ditulis Stanley Weiss, mantan petinggi perusahaan tambang sekaligus pendiri Business Executives for National Security.
Di tulisannya itu, seperti yang diberitakan liputan6.com,
Weiss antara lain menulis, “Hari ini Surabaya punya pahlawan baru dalam
bentuk walikota, Tri Rismaharini. Dikenal dengan Ibu Risma, Walikota
Surabaya tersebut adalah bagian dari generasi pemimpin baru,
diberdayakan oleh desentralisasi kekuasaan di seluruh Indonesia, dan
siap untuk merebut tampuk kepemimpinan nasional.”
Dengan
perasaan kagum, Weiss juga menulis, “Berlatar belakang arsitektur,
Risma mulai terkenal pada 2005 saat menjabat sebagai Kepala Dinas
Kebersihan dan Pertamanan. Mengubah Surabaya, yang oleh seorang novelis
Belanda disebut, ‘kota kotor penuh pretensi dan keserakahan’ menjadi
‘Sparkling Surabaya,’ – Surabaya yang bersinar.”
“Dengan
arahannya, tempat pelacuran diubah jadi taman kanak-kanak, SPBU tua
jadi lokasi bermain. Slogan anti-buang sampah sembarangan memuat
Surabaya menjadi pionir kota berwawasan lingkungan dan menginspirasi
warganya. ‘Tahun lalu, Surabaya dinobatkan sebagai kota dengan
partisipasi publik terbaik di Asia Pasifik.’
Demikian contoh apresiasi yang diberikan asing kepada Ibu Risma.
Bekerja Sepenuhnya untuk Rakyat
Intinya
ada persamaan antara Jokowi, Ahok, dan Ibu Risma, yakni mereka
benar-benar tulus bekerja sepenuh hatinya, mendedikasi diri sepenuhnya
untuk kepentingan rakyat yang mereka pimpin. Jauh dari ambisi pribadi
dan golongannya. Integritas mereka sudah teruji, dan rakyat Indonesia
secara umum mendambakan pimpinan-pimpinan yang seperti ini. Mereka ini
adalah contoh dari tokoh-tokoh yang layak memimpin negara ini.